WELCOME TO THE BLOG DHINUDHIN

Selasa, 09 Oktober 2012

PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN PENJAS


Untuk dapat manjalankan proses pembelajaran Pendidikan Jasmani sebagaimana diuraikan di atas secara lebih baik, maka seorang guru harus mampu memerankan fungsi mengajar pada saat menjalankan pembelajarannya. Fungsi mengajar adalah fungsi guru dalam proses belajar mengajar. Penggunaan istilah ini ditujukan agar guru terfokus pada tujuan perilaku yang ditampilkannya pada saat mengajar daripada hanya sekedar terfokus pada perilaku mengajarnya itu sendiri. Siedentop (1991) mengemukakan tiga fungsi utama guru pada saat melakukan pembelajaran sebagai berikut, “three major functions occupy most of the attention of physical educators as they teach: managing students, directing and instructing students, and monitoring/supervising students”.
Managing students merujuk para perilaku verbal maupun nonverbal yang ditampilkan guru untuk tujuan mengorganisir, merubah aktivitas belajar, mengarahkan formasi atau peralatan, memelihara rutinitas baik yang bersifat akademis maupun non akademis termasuk pengelolaan waktu transisi. Directing and instructing students meliputi demonstrasi, eksplanasi, feedback kelompok, dan kegiatan penutup. Monitoring merujuk pada perilaku observasi guru terhadap murid secara pasif, sedangkan supervising merujuk pada perilaku guru yang ditujukan untuk memelihara murid tetap aktif belajar seperti mengarahkan, mengingatkan, dan memberikan feedback perilaku sosial (behavioral interactions) maupun penampilan belajar murid (skill interactions).
Sementara itu, Rink (1993) menjelaskan fungsi guru dalam proses belajar mengajar secara lebih rinci lagi ke dalam tujuh kegiatan sebagai berikut, “identifying outcomes, planning, presenting tasks, organizing and managing the learning environment, monitoring the learning environment, developing the content, and evaluating”.
Walaupun kedua pendapat ahli tersebut berbeda secara kuantitas, namun keduanya sama-sama merujuk pada esensi dari proses pembelajaran Pendidikan Jasmani. Pendapat pertama lebih menekankan pada fungsi pokok proses pembelajaran, yaitu pada saat menjalankan siklus Movement Task-Student Response to Task hingga fungsi lainnya seperti persiapan mengajar tidak termasuk di dalamnya. Sedangkan pendapat yang kedua lebih bersifat menyeluruh mulai dari kegiatan persiapan (identifikasi hasil belajar dan perencanaan) hingga evaluasi terhadap proses pembelajaran. Perbedaan ini masuk akal mengingat siklus Movement Task-Student Response to Task merupakan bagian kritis dari proses pembelajaran sehingga fungsi mengajar termasuk keterampilan mengajar (teaching skills) yang pokok seringkali dikaitkan dengan peristiwa siklus ini.
Untuk dapat meraih proses pembelajaran yang lebih efektif, para guru dapat memilih dan menggunakan berbagai teknik dan keterampilan mengajar secara efektif. Keputusan mengenai teknik dan keterampilan mengajar bagaimana yang akan dipilih untuk menampilkan fungsi mengajar bergantung pada apa yang diketahui (what they know), apa yang diyakini (what they believe), minat (interest), keterampilan (skills), dan kepribadian (personality) gurunya itu sendiri. Hal ini sejalan dengan konsep Rink (1993) mengenai fungsi mengajar yaitu agar guru terfokus pada “tujuan” perilaku yang ditampilkannya pada saat mengajar daripada hanya sekedar terpokus pada “perilaku” mengajarnya itu sendiri.
Walaupun para guru memiliki kebebasan untuk memilih dan menggunakan berbagai teknik dan keterampilan mengajar, kriteria dan prinsip efektivitas pembelajaran yang sifatnya umum masih tetap bisa dibuat, misalnya: penyampaian tugas gerak yang baik membuahkan murid memahami cara melakukannya demikian juga tujuannya. Hal ini perlu diketahui oleh setiap guru sebagai alat untuk mengevaluasi efektivitas proses pembelajaran yang dilakukannya. Demikian juga berbagai teknik dan keterampilan mengajar perlu diketahui dan dimiliki para guru agar dapat diterapkan dan disesuaikan dengan konteks tempat mereka mengajar pendidikan jasmani.

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN PENJAS


Dalam suatu proses belajar mengajar seorang guru memegang peranan penting yaitu memberikan bantuan kepada murid untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan bantuan guru diharapkan murid akan lebih mudah dalam memahami pelajaran yang diberikan. Menurut Sudjana (2000) mengajar adalah membimbing kegiatan murid belajar. Mengajar adalah mengatur dan mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar murid sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan murid melakukan kegiatan belajar. Menurut ahli lain mengajar di artikan sebagai suatu proses mengorganisasi atau menata sejumlah sumber potensi secara baik dan benar sehingga terjadi proses belajar anak. Impikasi dari pengertian tersebut bahwa peranan guru adalah mentranmisikan atau mendistribusikan pengetahuan kepada anak-anak semata akan tetapi sebagai direktur belajar dari sejumlah peserta didik.
Pada dasarnya kegiatan mengajar itu seperangkat dari kegiatan yang direncanakan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang akan diberikan kepada orang yang ingin mendapatkan ilmu dan keterampilan dari orang yang mengajar.
Gambaran umum tentang efektivitas mengajar ditandai oleh gurunya yang selalu aktif dan muridnya secara konsisten aktif belajar. Dalam lingkungan pembelajaran yang efektif, murid tidak bekerja sendiri melainkan selalu diawasi oleh gurunya dan mereka tidak banyak waktu yang terbuang begitu saja: murid jarang pasif. Jalannya aktivitas belajar begitu aktif, sibuk, dan menantang bagi murid akan tetapi tetap masih berada diantara tingkat perkembangan dan kemampuan muridnya. Yang pada akhirnya murid dapat menerima pesan atau instruksi dari gurunya dengan baik dan dapat melakukan latihan secara independen mempelajari sesuatu sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Maksum (2001) beberapa gambaran ringkas dari efektivitas mengajar pendidikan jasmani sebagai berikut:
1.      Waktu, kesempatan belajar, dan materi yang diberikan. Guru selalu memfokuskan pembelajaran agar murid mempelajari bahan pelajaran yang menjadi tujuan belajarnya. Selanjutnya guru tersebut juga mengalokasikan waktu sebanyak-banyaknya untuk pencapaian tujuan pembelajaran dan memberi kesempatan yang sebanyak-banyaknya kepada murid untuk belajar secara aktif. Sementara penggunaan waktu untuk aspek-aspek lain selain untuk tujuan akademis selalu dibatasi.
2.      Harapan dan aturan. Guru mengkomunikasikan harapan kepada murid yang secara jelas dapat diobservasi. Harapan guru tersebut sangat realistik dan sangat mendukung kelancaran PBM yang akan dilakukannya. Selain itu, peranan guru dan murid dirumuskan dengan teliti, dikomunikasikan, dan dilatihkan kepada murid.
3.      Pengelolaan kelas dan keterlibatan murid (student engagement). Guru nampak seperti seorang manajer yang baik, guru menetapkan kegiatan rutin pada setiap awal tahun ajaran dan mengelolanya dalam pelaksanaan PBM dengan struktur organisasi yang ditata rapih, aturan ditetapkan dan diterapkan melalui strategi pemberian motivasi yang positif kepada murid, pengelolaan kelas ditujukan untuk mengoptimalkan keterlibatan murid dalam aktivitas-aktiviats akademis. Selama PBM berlangsung, perilaku guru yang bersifat negatif hampir tidak pernah muncul.
4.      Tugas belajar yang meaningfuldan tingkat keberhasilan yang tinggi. Aktivitas belajar yang diberikan sesuai dengan tingkat perkembangan murid dan cukup memberi tantangan kepada murid akan tetapi memberi kemungkinan terhadap tingkat keberhasilan belajar yang cukup tinggi, sehingga aktivitas belajar sangat berarti bagi murid.
5.      Kelancaran dan momentum. Guru menciptakan dan memelihara jalannya PBM serta berusaha menghindari kejadian-kejadian yang dapat mengganggu jalannya PBM. Aktivitas belajar disusun secara bertahap melalui tahapan dan pembagian yang runtun dan spesifik untuk menjamin keberhasilan.
6.      Mengajar secara aktif. Guru cenderung menyampaikan isi pelajaran kepada murid tanpa harus tergantung pada media pelajaran yang tercantum pada kurikulum. Demonstrasi dilakukan secara singkat dan diikuti oleh latihan terbimbing secara berulang-ulang serta diselingi pengecekan terhadap pemahaman murid mengenai latihan yang dilakukannya.
7.      Pengawasan yang aktif. Pada saat latihan terbimbing, tampak dengan jelas bahwa murid mengerti dan tidak banyak melakukan kesalahan, selanjutnya murid diberi kesempatan untuk berlatih secara independen. Latihan independen tersebut diawasi oleh guru secara aktif. Demikian juga guru memantau kemajuan belajar murid, memelihara agar murid tetap berlatih, dan memberi bantuan kepada murid apabila diperlukan.
8.      Tanggung jawab. Guru memberi tanggung jawab kepada murid mengenai tugas yang harus diselesaikannya. Macam-macam strategi, yang biasanya berorientasi positif, digunakan untuk mendapatkan rasa tanggung jawab murid
9.      Kejelasan, antusiasme, dan kehangatan. Guru selalu jelas dalam memberi uraian, guru selalu antusias terhadap isi pelajaran juga terhadap muridnya, guru selalu mengembangkan dan memelihara kehangatan lingkungan belajar sehingga murid mempunyai sikap yang positif.
Perlu kiranya digaris bawahi bahwa banyak guru pendidikan jasmani sekarang ini melakukan sesuatu yang termasuk dalam satu atau beberapa kategori tersebut di atas. Namun untuk mengetahui seberapa jauh lingkungan pembelajaran Pendidikan Jasmani sekarang ini mendekati kategori-kategori tersebut di atas, tentu saja perlu membandingkannya dengan cara-cara yang bisa dipertanggung jawabkan.
Berdasarkan uaraian mengenai proses pembelajaran tersebut, maka akan terdapat tiga variabel pembelajaran yang secara sinergi bekerja merefleksikan efektivitas pembelajaran. Ketiga variabel tersebut adalah variabel proses guru, variabel proses murid, dan variabel hasil belajar. Keterkaitan dari ketiga variabel tersebut digambarkan oleh Siedentop (dalam Maksum, 2001), sebagaimana tertera dalam Gambar  berikut ini.
Umpan balik hasil
Variabel Hasil Belajar
Variabel Proses Murid
(Perilaku Murid)
Variabel Proses Guru
(Penampilan Guru)
·  Pengelolaan rutinitas
·  Pengelolaan proses pembelajaran
·  Pengelolaan lingkungan dan materi pembelajaran
·  Waktu transisi
·  Perilaku menyimpang
·  Waktu aktif belajar
·  Kesempatan
·  Menerima informasi
Short. term
·  Skill
·  Fitness
·  Sikap
·  Pengetahuan
·  Raihan tujuan belajar
·  Raihan tingkat kriteria
Long term
·  Fitness
·  Partisipasi berkelanjutan
·  Kelayakan kemampuan gerak dan olahraga
Umpan balik proses


Gambar .   Keterkaitan antar variabel efektivitas pembelajaran penjas
Sumber:       Maksum (2001:17)

Gambar 1 di atas menunjukkan keterkaitan antara variabel proses pada guru dan murid yang pada akhirnya akan mempengaruhi variabel hasil belajar murid. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari gambar tersebut yang pertama adalah garis feedback dan garis yang menghubungkan variabel proses guru dan proses murid yang dua arah.
Garis umpan balik yang pertama (umpan balik proses) maksudnya adalah guru menggunakan informasi variabel proses murid untuk merubah perilaku dan strategi mengajarnya. Sebagai contoh misalnya sebuah penilaian terhadap salah satu variabel proses murid menunjukkan bahwa keterlibatan murid dalam aktivitas belajar sangat kurang, maka selanjutnya informasi tersebut menyebabkan guru merubah gaya mengajarnya agar keterlibatan murid dalam belajar lebih meningkat.
Garis umpan balik yang kedua (umpan balik hasil) maksudnya adalah guru menggunakan informasi variabel hasil belajar untuk merubah strategi mengajar yang digunakan oleh gurunya. Misalnya salah satu hasil tes variabel hasil belajar menunjukkan bahwa kekuatan tubuh bagian atas murid sangat kurang, maka selanjutnya informasi tersebut menyebabkan guru merubah strategi mengajarnya dengan cara memfokuskan banyak waktu mengajarnya terhadap aktivitas yang dapat memberi sumbangan terhadap peningkatan kekuatan anggota tubuh bagian atas untuk mengatasi masalah rendahnya kekuatan tubuh bagian atas pada murid.
Garis dua arah yang menghubungkan variabel proses guru dan variabel proses murid maksudnya adalah untuk mengingatkan kembali bahwa kedua variabel tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam beberapa kasus mungkin kita sulit mengatakannya: apakah dalam proses belajar mengajar, guru yang mempengaruhi murid atau murid yang mempengaruhi guru. Kecuali jika guru memahami apa yang disebut “dual-directional influences” yaitu proses murid dipengaruhi proses guru demikian juga proses guru dipengaruhi proses murid, maka kesalahpahaman mungkin terjadi di dalam menginterpretasikan kejadian dalam proses belajar mengajar.
Sebagai contoh manakala guru mendengar bahwa “antusias” akan mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar, maka guru seringkali hanya mengharapkan murid agar belajar dengan penuh semangat (one-directional influence). Mungkin kita setuju bahwa semangat guru dalam mengajar akan mempengaruhi semangat muridnya dalam belajar, demikian juga sebaliknya, semangat murid dalam belajar akan mempengaruhi juga semangat guru dalam mengajar yang pada akhirnya akan mempengaruhi efektivitas proses belajar mengajar yang sangat penting bagi tercapainya keberhasilan variabel hasil belajar murid.
Gambar 1 tersebut di atas mempunyai asumsi bahwa guru dan murid berinteraksi satu sama lain untuk mempengaruhi apa yang dilakukan murid pada waktu proses belajar mengajar. Kalau kita analisa lebih jauh, kenyataannya adalah bahwa apa yang sebenarnya dilakukan murid di dalam proses belajar mengajar itulah yang akan mempengaruhi keberhasilan belajar murid baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan kata lain, guru tidak mempengaruhi secara langsung fitness, skill, dan self-concepsts murid. Apa yang dapat dilakukan guru dalam kelas pada dasarnya adalah mempengaruhi apa yang dilakukan murid di dalam kelas dan karakteristik apa yang dilakukan guru itulah yang pada akhirnya akan mempengaruhi fitness, skill, dan self-concepts murid.